Separation Anxiety: Jangan Pisahkan Aku!!

Separation AnxietySeparation anxiety adalah kecemasan yang timbul akibat keterpisahan, baik itu keterpisahan yang bersifat sementara maupun seterusnya. Separation anxiety ini muncul setelah anak mulai menyadari arti kehadiran atau ketidakhadiran Anda, dimana ia telah mulai bergantung pada orangtuanya. Kecemasan ini biasanya muncul secara nyata dan berlangsung pada usia antara 6 bulan sampai 3 tahun. Mengapa bisa begitu?

Setiap anak memiliki keterikatan emosi yang sangat kuat terhadap ibu dan orang-orang yang mengasuhnya sejak kecil. Lihatlah ketika Anda meninggalkan bayi Anda, meski sejenak untuk mengambil sesuatu. Atau, Anda menitipkannya pada orang lain saat hendak ke toilet. Apa yang terjadi?

Reaksi awal adalah menangis. Ia menyadari ketidakhadiran Anda di sisinya, dan ia menyadari orang yang menggendongnya bukan Anda, maka ia akan merasa resah dan cemas. Hal ini sangat wajar terjadi, karena ia memiliki ketergantungan dan ikatan emosi dengan Anda, orang yang bersamanya sejak kecil atau bahkan sejak dalam kandungan (dalam hal ini ibu kandung).

Namun, separation anxiety ini tidak hanya terjadi antara anak dengan ibu kandungnya saja, lho. Bisa terjadi juga antara anak dengan pengasuhnya (nenek, bibi, pengasuh, etc). Terlebih jika Anda adalah wanita karir yang bekerja dari pagi hingga malam, yang intensitas untuk bertemu dengan si kecil sangat jarang. Atau, Anda terpisah olehnya karena suatu sebab, yang mengakibatkan sejak kecil ia harus ikut orang lain.

Adik saya yang pertama dulu sangat dekat dengan pengasuhnya. Bahkan lebih senang dengan pengasuhnya dibandingkan dengan ibu saya. Waktu itu memang ibu saya terlalu terfokus pada saya dan abang saya yang mulai sekolah. Sehingga waktunya lebih sering dicurahkan pada kami.

Nah, ketika pengasuh adik saya itu harus kembali ke desanya, adik saya menangis meraung-raung, bahkan sampai sakit. Saat itu saya belum paham mengapa adik saya harus menangis dan sakit. Bukankah ibunya ada disini? Namun, setelah besar, dan saya menemukan banyak kasus serupa, saya menjadi semakin paham.

Kita memang perlu melatih anak untuk mandiri dan tidak terlalu bergantung dengan kita. Dan keterpisahan itu memang sudah sewajarnya terjadi, karena memang dibutuhkan oleh anak sebagai bagian dari proses kemandiriannya. Hanya saja, agar separation anxiety ini tidak terjadi secara berlebihan, kita membutuhkan cara-cara yang tepat untuk melatihnya.

Berilah kesempatan pada anak untuk berada di dekat Anda, sebelum Anda pergi atau ia tidur. Ajaklah ia untuk berbicara dengan lemah lembut, memeluknya, dan memberinya jaminan bahwa ia akan tetap “aman” meski tanpa Anda di sisinya. Katakan padanya, bahwa Anda akan selalu merindukannya saat ia tak ada di sisi Anda. Dengan demikian, si kecil menjadi berarti, dan ia tahu Anda tetap mencintainya.

Jangan menolaknya saat ia ingin kembali bersama Anda. Misalnya, ia telah pergi tidur, lalu tiba-tiba ia terbangun dan berlari menuju Anda. Bersabarlah. Memang butuh waktu untuk membuat anak merasa aman tanpa Anda.

Jangan memaksanya secara berlebihan dan bersikap ekstrem. Saya sering menjumpai kasus, dimana seorang ibu memaksa anaknya untuk ikut dengan pengasuhnya sambil mengancam atau sebaliknya, memberinya iming-iming. Bisa juga kebalikan, misalnya, anak biasa tinggal dengan orang lain, lantas tiba-tiba Anda memaksanya untuk ikut dengan Anda tanpa memberinya kesempatan untuk mengemukakan keinginannya.

Anda pernah nonton film anak “UNTUK RENA”? Kisah seorang yang anak yang ditinggalkan ayahnya dipanti asuhan, besar disana, sampai suatu hari ayahnya ingin mengambilnya kembali. Apa yang terjadi? Tentu saja Rena menolak ikut ayahnya. Itu adalah sebuah reaksi yang sangat wajar. Sejak kecil ia berada dalam asuhan orang lain, bersama dengan anak-anak lain. Wajar saja jika ia menolak secara frontal untuk ikut ayah kandungnya.

Ketika Anda ingin mengambilnya dari pengasuhan orang lain sebelum Anda, ada baiknya biarkan ia perlahan-lahan beradaptasi. Ijinkan ia untuk tetap bertemu dengan pengasuh lamanya secara bertahap. Rewel, tentu saja. Ia mungkin akan bersikap lebih manja terhadap pengasuhnya. Hal ini wajar. Reaksi-reaksi tersebut adalah wujud dari rasa rindunya, juga rasa kesalnya, karena ia merasa ditinggalkan secara paksa oleh pengasuh lamanya.

Berikan waktu baginya untuk dapat berjalan-jalan sebentar bersama pengasuhnya, atau bahkan menginap seminggu sekali. Sambil terus memberinya pengertian. Anda bisa juga mempelajari pola asuh pengasuh sebelumnya, bagaimana mengatasi kerewelan-kerewelannya, bagaimana membujuknya.

Usahakan, jangan gunakan ancaman atau iming-iming. Ini sangat tidak mendidik. Anak yang terbiasa diancam, akan mudah menjadi anak yang minder. Anak yang terbiasa dengan iming-iming, akan belajar menggunakan senjata menangisnya agar keinginannya terwujud.

Saya mengerti, Anda mungkin akan merasa sedih ketika melihat anak Anda justru lebih dekat dengan orang lain. Namun, pahamilah, bahwa begitulah anak-anak. Anda tidak boleh memaksanya. Karena paksaan justru akan membuatnya tertekan, menarik diri, tidak mempercayai siapapun, merasa tak berarti. Lakukan pendekatan dari hati ke hati dengannya. Berikan ia kesempatan untuk menyesuaikan diri. Anda bisa saja membuat “kontrak” dengannya. Misalnya, memberinya ijin untuk menginap di rumah pengasuhnya, atau memakai telepon untuk tetap berhubungan dengan pengasuhnya.

Dengan demikian, selain Anda telah menghormati perasaan anak Anda, Anda pun telah menghormati orang-orang yang telah berjasa dalam menjaga dan mengasuh anak Anda. Sering kali, ego membuat kita menjadi lupa akan budi seseorang pada kita. Tentunya, kita tak ingin bukan, menjadi seorang yang tidak tahu membalas budi?

Sumber Gambar : http://4.bp.blogspot.com/-S1m0q06IEAo/VRzpKaUdPgI/AAAAAAAAGPA/Vl-FKvijPwI/s1600/Foto%2Bbayi%2Blucu%2Bdengan%2Bsenyum%2Bmempesona%2Bmelekat%2Bdi%2Bbibirnya.jpg

One comment

Comments are closed.