Kehamilan dan kelahiran adalah hal alamiah yang terjadi pada seorang perempuan. Dan setiap kehamilan atau kelahiran bayi mempunyai cerita tersendiri. Tidak ada cerita yang benar-benar sama.
Banyak kisah kelahiran yang menyenangkan, ibu selamat, bayipun lahir sehat tanpa cacat sedikit pun. Namun, tak sedikit pula, proses persalinan yang mengakibatkan sang ibu (atau bayinya) meninggal dunia akibat melahirkan mereka.
Hidup atau mati, kondisi inilah yang dihadapi para ibu hamil pada saat mereka masuk ke ruang persalinan. Nyawa si ibu atau anak akan menjadi taruhannya. Tak jarang salah satu diantara mereka harus meninggalkan keluarga tercinta. Apa saja penyebab kematian ibu saat proses persalinan?
Menurut Prof. Dr. A. Bari Saifuddin, SpOG(K), MPH, kematian maternal atau kematian ibu hamil merupakan kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan. ”Tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya, tapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya,” urai Spesialis Kebidanan dan Kandungan yang berpraktek di RSB. YPK Jakarta Pusat ini.
Jenis dan Penyebab
Masih dilanjutkan oleh Prof. Bari, kematian maternal ini dapat digolongkan menjadi kematian obstetrik langsung, kematian obstetrik tidak langsung dan kematian yang terjadi bersamaan tapi tidak berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, misalnya karena kecelakaan.
Pensiunan Guru Besar FKUI dan pengamat masalah kesehatan perempuan ini menjelaskan bahwa kematian obstetrik langsung (direct obstetric death) ini disebabkan oleh komplikasi/penyulit kehamilan; hiperemesis gravidarum (mual-muntah), preeklamsi-eklamsia, kelainan lamanya kehamilan, kehamilan ektopik, perdarahan antepartum, dll.
Ada juga penyulit persalinan, misalnya persalinan macet karena kelainan tenaga, kelainan letak janin, kelainan panggul, perdarahan pascapersalinan, dll. Penyebab terakhir adalah penyulit nifas meliputi infeksi nifas dan penyakit lain dalam masa nifas atau penanganannya.
”Semua kehamilan, persalinan dan nifas potensial beresiko. Oleh karena itu, baik petugas kesehatan maupun ibu hamil dan keluarganya harus siap dengan langkah-langkah pencegahan dan perawatan cepat dan tepat, imbuh Profesor yang lahir di Alabio (Kalimantan Selatan), 67 tahun silam.
Sedangkan kematian obstetrik tidak langsung disebabkan penyakit atau komplikasi yang timbul pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas. Misalnya saja, hipertensi, penyakit jantung, diabetes, hepatitis, anemia, malaria, dll. Tidak lupa, pengguguran kandungan secara ilegal yang menyebabkan sisa jaringan yang tidak steril serta tidak aman secara medis mengakibatkan timbulnya infeksi dan perdarahan.
Selain itu, penyebab lain terjadinya kematian obstetrik langsung pada ibu hamil adalah emboli air ketuban (EAK). Walaupun sangat jarang terjadi, namun kondisi ini merupakan komplikasi obstetrik yang sangat gawat. Biasanya, menurut Prof. Bari, penderita emboli air ketuban akan meninggal dalam beberapa menit, Jadi, jangan anggap remeh.
Pasalnya, kondisi ini memilliki gejala-gejala yang khas, seperti kedinginan, menggigil, gelisah, sesak nafas, denyut jantung cepat, biru dan syok berat karena tersumbatnya pembuluh darah mikrosirkulasi.
”Emboli ketuban ini terjadi pada saat persalinan, pada his/kontraksi yang kuat dengan ketuban yang biasanya sudah pecah. Karena kontraksi kuat itulah, air ketuban dengan mekonium (tinja janin yang pertama), rambut kulit janin, dan verniks kaseosa (lapisan kulit janin) masuk kedalam sinus-sinus dalam dinding uterus dan di bawa ke paru-paru,” jelas Ayah dari tiga orang anak ini panjang lebar.
Memang, tak selamanya emboli air ketuban berujung kematian, tergantung berat-ringannya kondisi sumbatan pada vena. Sumbatan yang ringan, biasanya hanya akan membuat ibu mengalami sesak nafas sesaat. Namun EAK ini akan menjadi berat jika menyumbat paru-paru dan jantung serta membuat gangguan pembekuan darah. Kondisi inilah yang dapat mengakibatkan kematian pada ibu. Tapi jangan khawatir, EAK tidak akan berdampak bagi bayi yang dilahirkan, karena biasanya EAK akan terjadi sesaat seusai persalinan.
Komplikasi Anestesi.
Dalam dunia kedokteran kebidanan dan kandungan dikenal istilah analgesia dan anestesia. Menurut Prof. Bari, analgesia ini ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri dalam persalinan. Sedangkan anestesi diberikan untuk menghilangkan rasa nyeri sewaktu melakukan tindakan, misalnya ketika operasi caesar.
Pada operasi caesar, pemberian anestesi dapat dilakukan secara lokal, spinal atau umum. Anestesi lokal biasanya diperlukan sewaktu menjahit episiotomi, robek dan perineum, dll. Sedangkan anestesi umum diperlukan sewaktu laparotomi, reposisi inversio uteri, dll.
”Sebagaimana setiap tindakan medik lain, anestesi ini juga mempunyai resiko terjadinya komplikasi dari yang ringan sampai yang berat. Misalnya pneuminitis aspirasi. Bahkan, ada yang meyebabkan kematian. Oleh karena itu, tindakan anestesi umum ini memerlukan penilaian dan persiapan yang cermat,” imbuh Profesor yang diangkat menjadi Consultant, Social Obstetrics and Gynecology, College of Obstetrics and Gynecology pada tahun 2003 yang lalu.
Prof. Bari menambahkan, tindakan anestesi pada obstetri seperti operasi caesar harus dilakukan dalam keadaan darurat. Misalnya, karena gawat janin, prolaps tali pusat, dan perdarahan antepartum.
Komplikasi Operasi
Sama dengan semua tindakan medik lainnya, setiap operasi yang dilakukan, baik itu operasi kecil, sedang, maupun operasi berat, tak luput dari resiko komplikasi. Komplikasi ini mulai dari yang ringan, sampai komplikasi berat yang mematikan. Tak hanya persalinan normal yang mempertaruhkan nyawa ibu dan anaknya. Operasi caesar pun demikian. Tak jarang ibu yang melakukan operasi caesar mengalami perdarahan hebat. Bayi dilahirkan dengan selamat, hanya sang Ibu harus dirawat intensif dan transfusi darah. Dan beberapa hari pascaoperasi sang Ibu meninggal, karena terjadi komplikasi infeksi berat.
”Dengan kemajuan teknologi dan perawatan pre-intra-post operatif saat ini, resiko komplikasi dapat diminimalisasi. Jadi, jangan terlalu khawatir, ” yakin Prof. Bari. Masih dituturkan Prof. Bari komplikasi berat pada operasi cesar, salah satunya adalah uterus yang tidak berkontraksi sesudah anak dilahirkan. Akan timbul perdarahan banyak sehingga si ibu akan mengalami syok. Upaya-upaya untuk memperbaiki kontraksi dengan obat-obatan bisa saja tidak berhasil. ”Jalan terakhir untuk menyelamatkan ibu adalah membuang uterus, yang disebut histerektomi, Ibunya akan tertolong, tapi dia kehilangan uterusnya,” paparnya.
Sumber Gambar : http://olenka3.website.pl/fotki/Hands.gif