Sejak kecil hingga sekarang, saya paling dekat dengan ibu saya. Setiap ada permasalahan yang harus saya hadapi, biasanya saya meminta pandangan atau saran beliau. Walaupun sering kali kami terlibat perselisihan pendapat, namun, berbagi dengan ibu saya memberikan satu kebijakan yang lain bagi saya. Bahkan, hingga masalah cinta –waktu itu saya masih remaja- saya ceritakan pada ibu saya. Sesuatu yang tak lazim mungkin untuk anak muda jaman sekarang.
Ibu memang menanamkan pada saya, bahwa beliaulah yang seharusnya paling mengerti tentang saya, bukan orang lain. “Jika kamu punya masalah, sekecil apapun itu, berbagilah dengan ibu. Sahabatmu bisa menjadi musuhmu pada suatu saat, dia bisa saja membeberkan semua aibmu saat ia membencimu. Tapi, seorang ibu, pastilah akan selalu di sisimu, apapun kondisimu.” Begitu kata ibu saya. Dan hingga kini, kata-kata itulah yang saya pegang.
Saya sendiri banyak melihat dan banyak menilai, betapa banyak anak dan ibu yang bersikap seolah-olah mereka orang asing. Hanya akrab di saat ada maunya. Teman saya di SMA pernah mengakui hal tersebut. Betapa seringnya ia dan ibunya bertengkar, saling mendiamkan, dan hanya menyapa saat ia membutuhkan sesuatu saja. Atau yang terjadi dengan sepupu saya. Dia lebih suka curhat pada ibu saya ketimbang ibunya sendiri. Bahkan, dengan terang-terangan ia membanding-bandingkan ibunya dengan ibu saya.
Mengapa bisa terjadi kerenggangan antara ibu dan anak? Bukankah memang seharusnya seorang anak lebih dekat kepada ibunya daripada orang lain?
Mungkin Anda pernah mengalami hal ini. Ketika anak Anda beranjak besar, ia nampak semakin asing di mata Anda. Ia memiliki rahasia yang tak ingin dibaginya dengan Anda. Ia lebih memilih untuk berbagi dengan sahabat-sahabatnya, menghabiskan pulsa telepon berjam-jam untuk curhat dengan mereka.
Tentu Anda sedih, kecewa. Anda akan bertanya-tanya dalam hati. Penasaran dengan apa yang sedang dialami anak Anda.
Sebenarnya, kitalah, pihak orang tua yang telah menciptakan kerenggangan itu sendiri. Kitalah yang memulainya. Mengapa?
Sering kali kita tak sadar, telah menyepelekan permasalahan yang mereka hadapi. Atau, bisa jadi kita kurang menghargai apa yang telah mereka lakukan. Kita sering merasa “ada banyak hal yang lebih penting” daripada mendengarkan cerita-cerita konyol mereka.
Anda sibuk dengan berbagai urusan Anda? Ya, saya memahami itu. Tapi, tidak dengan anak Anda. Mereka anak-anak, jangan samakan mereka dengan orang dewasa. Pikiran mereka masih sempit. Bagi mereka, yang namanya orang tua, terlebih seorang ibu, harus mau mendengarkan mereka. Sekonyol apapun. Sesibuk apapun, yang mereka inginkan adalah Anda sebagai ibu ada di sisinya, memperhatikannya.
Misalnya saja, ketika ia memanggil-manggil Anda untuk menceritakan kegiatannya hari itu, Anda mengabaikannya lantaran Anda tersibukkan dengan pekerjaan rumah Anda. Padahal, bisa saja, sambil mencuci, Anda memintanya untuk menceritakannya pada Anda. Tanggapilah dengan ceria, pasang wajah sungguh-sungguh. Anak akan menghentikan ceritanya manakala ia melihat wajah Anda biasa-biasa saja terhadap ceritanya. Karena itu, tunjukkan ketertarikan terhadap ceritanya melalui ekspresi wajah Anda.
Ciptakan suasana yang hangat, luangkan waktu untuk diskusi keluarga. Munculkan ide-ide untuk diskusi bersama. Misalnya, menu makan malam, atau acara keluarga saat liburan. Biarkan anak mengeksplorasi ceritanya sendiri. Ketika ia mengeluhkan sesuatu pada Anda, jangan buru-buru menjatuhkan vonis. Tanya dan dengarkan alasan-alasannya. Lalu, setelah itu Anda boleh memberinya solusi dan pandangan-pandangan Anda.
Pahamilah fase tumbuh kembang anak sesuai usia dan pengaruh lingkungan sekitar. Dengan begitu, Anda akan tahu, misalnya, mengapa anak memiliki naluri untuk ingin berbohong, sampai batas usia berapa sebuah kebohongan masih dianggap wajar. Berbekal pengetahuan ini, Anda dapat bersikap lebih bijaksana dalam memberikan respon.
Kemudian, yang tak kalah penting adalah, memiliki empati. Simpati saja tidak cukup, sungguh! Anda harus menempatkan diri Anda dalam posisi yang sedang dialami anak Anda. Dengan demikian, Anda akan lebih mudah memahami kondisi jiwanya.
Tidak ada kata terlambat untuk memperbaikinya. Setiap ibu, memiliki naluri yang sangat tajam terhadap putra-putrinya. Kerenggangan yang selama ini ada, masih bisa diperbaiki, dieratkan kembali. Andalah yang harus memulainya dari sekarang. Jadilah pendengar yang baik, hargai setiap cerita yang mengalir dari anak-anak Anda. Maka, percayalah, dengan bangga anak Anda akan mengatakan, “My Mom is my best friend!”