Disiplin merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam kehidupan. Oleh karena itu, sejak dini, kita sudah harus mulai belajar mengajarkan disiplin kepada anak agar saat besar dia benar-benar menjadi orang yang disegani karena kedisiplinannya. Namun seringkali kita jumpai orang tua mengajarkan anak berdisiplin, tapi dengan cara yang sebenarnya perlu dihindari, yakni dengan cara yang keras dan kasar. Seharusnya, kita bisa mendidik anak agar disiplin dengan cara menyenangkan.
Salah satu kuncinya adalah keteladan dari orang tua. Sulit membuat anak disiplin jika orang tuanya justru melakukan hal yang sebaliknya. “Sudah adzan, ayo sholat, jangan nonton terus.” Eh, orang tuanya malah gantian yang nonton. Seharusnya, si ayah berkata begini,”Nak, sudah adzan. Ayo ke masjid sama ayah.”. Lihatlah perbedaan kedua kalimat yang intinya mengajak, tetapi efeknya pasti lebih powerful yang kedua.
Selain memberi contoh kepada anak, ada tiga tips untuk mengambil hati anak, yaitu dengan 3A:
1. Tatap Matanya.
Dengan menatap mata si anak, akan timbul kontak batin. “Papa.”. Si anak,”Ya nak.” Si Ayah menjawab pertanyaan anak sembari menatap matanya. Hal ini akan membuat si anak merasa lebih diperhatikan.
2. Menjadi pendengar setia.
Tidak sedikit anak yang kalau ingin curhat justru ke temannya, bukan orang tuanya. Seharusnya, orang tua adalah tempat terbaik bagi anak untuk mencurahkan isi hatinya. Jika tidak, bisa jadi si anak merasa orang tua belum bisa menjadi pendengar yang baik.
3. Menyenangkannya.
Berkomunikasi dengan anak secara fun akan lebih membuat anak nyaman dan tentu saja senang. Banyak orang tua yang terkadang kaku dengan anaknya sehingga jauh dari kesan fun. Mari kita belajar menjadi orang tua yang menyenangkan.
Sekali-kali, bolehlah kita beri sedikit punishment atau hukuman, tapi yang bersifat mendidik anak, bukan yang kasar. “Kok makannya gak habis? Ayo habiskan!!” dengan nada tinggi. Akan lebih elok didengar, “Lhoh, kok gak habis makannya. Kasian lho yang di luar sana banyak orang yang belum tentu bisa makan. Kamu sama ayah yang dah dikasih Alloh makan setiap hari, harusnya bersyukur. Kalo gak habis, berarti kita gak bersyukur.”. Intinya, mendidik anak dengan punishment yang edukatif tentunya menjadi pelajaran bagi anak agar dia tahu akibat dia tidak melanggar sesuatu.
Ayah yang menjadi idola anaknya, sudah dinanti-nanti kepulangannya ke rumah. Ibu yang yang menjadi sahabat anak, selalu siap kapanpun ketika dicurhati anak. Itulah orang tua yang menjadi qurrota a’yun, penyejuk mata dan hati.
Profil Narasumber
Muhammad Puji Kurniawan, S.Sos, M.Si (Kak Wawan), merupakan seorang pemerhati pendidikan anak yang tergabung dalam Persaudaraan Pendongeng Muslim Indonesia.
sumber gambar : http://www.mojtamai.com/%D8%A7%D8%B7%D9%81%D8%A7%D9%84/images/stories/image467.gif