Kerajinan tangan merupakan contoh peluang bisnis yang cukup bagus, cocok bagi ibu-ibu rumah tangga yang ingin membantu suami untuk menambah penghasilan keluarga. Kerajinan tangan tidak akan tergantikan oleh industri-industri modern saat ini karena minat konsumen justru cenderung meningkat. Apalagi para wisatawan asing, mereka justru lebih tertarik dengan kerajinan yang dibuat langsung oleh tangan-tangan kreatif dari pada yang di buat oleh mesin.
Berkah kerajinan tangan itu sekarang ini sedang dirasakan oleh Martini. Ibu dari 1 orang putri ini sudah lebih dari sepuluh tahun bergelut dengan bisnis kerajinan tangan. Martini membuat bermacam-macam anyaman dan kemudian mengekspor hasil karyanya itu hingga ke Eropa dan Amerika. Perusahaan yang didirikan menggunakan modal Rp 250.000 itu diberi nama Martini Natural, kini telah menjadi perusahaan yang berkembang cukup besar.
Paling tidak Martini sekarang ini telah mempekerjakan karyawan di rumahnya sendiri sebanyak 70 karyawan. Selain itu, Martini juga merekrut 600 pekerja yang ada di Bantul dan Kulonprogo. Dari tangan terampil merekalah Martini mendapatkan pasokan anyaman. Tenaga kerja Martini kini telah tersebar di DIY, Solo, Klaten, Purworejo, Kutoarjo dan Magelang.
Kebanyakan para pekerja yang terlibat dalam usaha Martini adalah kaum perempuan. Di antaranya banyak juga pekerja yang telah berusia lanjut, karena menurut Martini memang ada beberapa jenis produk yang bisa dikerjakan oleh seorang lansia. Tujuannya, “daripada nenek-nenek tidak ada pekerjaan ya saya beri kegiatan saja biar tidak bosan dirumah,” Ujar Martini.
Berawal dari PRT dan Pedagang sayur kini menjadi Pengusaha Sukses
Kerajinan anyaman bagi Martini bukanlah hal baru lagi. Sejak masih dibangku SD, Martini sudah belajar menganyam untuk tugas sekolahnya. Namun, Martini mengaku bahwa tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk menjalankan bisnis anyaman. Bahkan, dahulu Martini sempat bekerja sebagai pembantu rumah tangga di padang dan lampung, kemudian pernah juga merasakan berdagang sayur demi mencukupi kebutuhan keluarga.
Setelah menikah, Martini memutuskan untuk pulang kekampung halaman. Kemudian dia bekerja pada salah satu industri yang memproduksi kerajinan anyaman sampai akhirnya perusahaan tempat dia bekerja tutup. Setelah tidak lagi bekerja Martini memberanikan diri untuk mencoba bisnis kerajinan yang dimilikinya sendiri mulai tanggal 1 Maret 1999, di Kulon Progo, Yogyakarta.
Martini memulai membuat anyaman dari bahan utamanya enceng gondok. Kemudian, tanpa ragu lagi Martini menyerahkan hasil anyamannya seperti tas dan karpet kepada pedagang kerajinan. Martini harus menempuh jarak sekitar 40 kilometer untuk mengantarkan dagangan. Jarak sejauh itu hanya ditempuh dengan menggunakan sepeda tua peninggalan orang tuanya.
Kerajinan buatan Martini ternyata banyak diminati oleh masayarakat, permintaan pun semakin hari semakin bertambah. Lama kelamaan Martini cukup kewalahan memenuhi permintaan. Dari situlah Ia mulai merekrut saudara dan tetangga sekitar rumahnya untuk menganyam. Sedangkan Ia sendiri bertugas membuat desain dan sampel produknya.
Berkat usaha dan ketekunannya, order Martini pun semakin meningkat dan terus meningkat. Nilainya mencapai angka ratusan juta rupiah. Namun, Martini tidak mempunyai suntikan dana untuk menambah modal. Sehingga, apabila order terlalu banyak dan tidak bisa tercukupi maka Ia melempar kepada pengusaha lain.
Bisnis Martini berkembang pada tahun 2003 sesaat setelah Ia mengikuti pameran anyaman. Kemudian Ia mendirikan agen di Jakarta dan memasok di Bali hingga tahun 2005 Martini meraih masa kejayaan. Tahun 2006 sungguh menjadi cobaan. Yogyakarta diguncang gempa, Martini Natural pun luluh lantah menjadi korban sehingga usahanya tidak dapat beroperasi. Meski demikian, Martini tidak pantang menyerah. Ia mencoba mendapatkan pinjaman dari bank dengan bermodalkan tanah 3.000 meter untuk mengajukan kredit. Martini mendapat pinjaman Rp 70 juta padahal modal yang diperlukan Rp 600 juta.
Kemudian dari salah satu rekannya Martini pun mendapatkan informasi untuk mencoba mengajukan pinjaman pada salah satu perusahaan pembiayaan kredit usaha dan akhirnya Martini berhasil memperoleh suntikan dana sebesar Rp 50 juta untuk tambahan modal hingga secara bertahap usahanya kembali stabil. Kini hasil kerajinan Martini 95 % dibawa agen untuk diekspor. Untuk pasar lokal sendiri Martini mendirikan gerai di daerah Magelang dan Jakarta.
Martini tidak pernah menyangka bahwa Ia akan menjadi pengusaha wanita yang sukses. Dulu Martini sekolah di SPG (Sekolah Pendidikan Guru), namun karena tidak mampu akhirnya Martini terpaksa putus sekolah. Masalah ekonomi keluarga justru membuat Martini menjadi momprenuer sukses seperti sekarang ini. Keterbatasan terbukti tidak membatasi kreatifitas Martini untuk menghasilkan kehidupan yang lebih baik. Semoga informasi kisah sukses mompreneur yang berbisnis kerajinan anyaman ini mampu memotivasi Anda, jika mereka bisa Anda pasti bisa. Salam Sukses.
sumber gambar: 1. http://id.indonesian-craft.com/images.php/gambar/fileimages/1189/ 2. http://1.bp.blogspot.com/_VdTFnGh0Im8/SgYdD_i9WHI/AAAAAAAAAA8/QHhBkwrwt9g/s1600-h/martini.jpg
sipp