Bagi pasangan yang menikah dengan persepsi bahwa sekslah yang paling penting, maka orientasi hubungan suami istri hanya terfokus pada soal seks. Yang diprioritaskan lebih ke teknik, posisi atau frekuensi hubungan seks. Dengan demikian, jika frekuensinya cuma 2 kali seminggu, suami atau istri akan merasa khawatir jangan-jangan pasangannya merasa tak puas dan sebagainya. Akibatnya, seks menjadi beban, dan menjadi tidak sehat.
Jika ingin memiliki kehidupan seks yang sehat, maka persepsinya harus diperbaiki dulu sebelum memasuki pernikahan. Bagaimana sebenarnya pola kehidupan seks yang sehat? Berikut kami informasikan selengkapnya kepada para pembaca.
Daftar Isi
Adanya kebersamaan
Meskipun seks memang penting dalam pernikahan, namun bukanlah terpenting. Yang paling penting adalah kebersamaan, yaitu kasih sayang yang mengenal rasa hormat pada pasangan, semangat berkorban atau mementingkan pasangan, kewajiban dan bukan cuma hak, serta semangat menjauhkan kekuasaan.
Kehidupan seks yang sehat harus didasarkan rasa menghargai harkat dan martabat seseorang, serta tidak ada paksaan baik dalam frekuensi, teknik, maupun posisi. Misalnya, istri tak mau teknik “main belakang”, ya, suami jangan memaksa. Atau jika salah satu tak bisa berhubungan, maka yang lain harus bisa menahan diri.
Dengan demikian, bila satu pihak sulit untuk melakukan hubungan atau tak mampu, maka pihak yang lain tak lantas “main gila” dengan orang lain. Karena bagi pihak yang lain ini, seks bukanlah yang terpenting, melainkan keberadaan pasangannya. Lain halnya jika seks menjadi hal yang paling penting dalam perkawinan mereka, Maka dengan ketidakmampuan di salah satu pihak akan membuat pihak yang lain mudah sekali untuk menyeleweng. Sebab, persepsinya mengenai kebersamaan tidak ada.
Harus ada komunikasi
Komunikasi diantara suami istri harus selalu terjalin dan lancar, termasuk komunikasi seksual. Sehingga, bila salah satu pihak mempunyai persepsi yang keliru, maka bisa diluruskan. Misalnya, suami menganggap dalam hubungan seks itu istri harus melayani suami. “Ini, kan, berarti suami adalah ‘bos’, hubungannya hirarkis.” Nah, persepsi suami yang demikian harus diluruskan oleh istri. Hubungan pernikahan itu harus horisontal, bukan vertikal, harus ada penyetaraan, dan saling menghargai. Pembagian tugas memang ada tapi bukan pembagian kekuasaan.
Dengan adanya komunikasi yang lancar, kehidupan seks pun akan terjalin sehat dan harmonis. Tanpa komunikasi, mustahil akan tercipta seks yang sehat dan harmonis. Perbedaan persepsi antara suami istri pasti sering terjadi, Jadi, kalau suami istri tak pernah mengkomunikasikannya, otomatis masing-masing akan berjalan dengan persepsinya sendiri sehingga tak pernah tercapai titik temunya. Bagaimana akibatnya, kita tentu sudah bisa membayangkan.
Selain komunikasi verbal, komunikasi non verbal juga diperlukan, karena dengan komunikasi ini kita dapat berbicara lebih dalam daripada kalimat yang diucapkan. Misalnya, lewat pandangan, sentuhan, atau perbuatan. Jangan takut atau malu untuk menunjukkan harapan Anda pada pasangan dalam melakukan aktivitas seksual. Dengan menunjukkan dalam bentuk perbuatan, pasangan Anda akan mengerti lebih baik.
Prokreatif dan rekreatif
Lakukan variasi
Seks yang sehat adalah seks yang alami, artinya tak harus ditentukan berapa kali sehari atau seminggu seperti orang minum obat saja. Kalau situasi dan kondisinya mengizinkan, ya, silakan dilakukan. Berapa banyak frekuensi juga tidak perlu dipaksakan, sesuai kebutuhan dan kemampuan saja.
Untuk menjaga keharmonisan rumah tangga Anda, bisa juga menggunakan produk herbal seperti ramuan dahsyat tongkat arab, madu jadied stamina, crystal x, dan sekar malam.
Sumber gambar : http://4.bp.blogspot.com/-dOHP-QCs4JU/T30W9Q-KjSI/AAAAAAAAA3s/5rGSgJ5wA_E/s1600/bahagia.jpg