Deteksi Dini Autisme Pada Bayi Lewat Kontak Mata

Tumbuh kembang anak perlu terus dipantau sejak kelahirannya. Dan para ibu perlu tahu, ada tiga faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Mulai dari nutrisi, genetik dan lingkungan. Namun stimulus atau rangsangan juga sangat dibutuhkan selain tiga faktor utama.

Rangsangan yang baik dan tepat bisa sangat mendukung perkembangan si kecil agar lebih optimal. Namun, jika rangsangan secara maksimal telah diberikan, namun tak ada respons balik yang ditunjukkan oleh anak, hati-hati, ini bisa menjadi tanda bahaya dalam perkembangan anak.

Tertawa dan kontak mata bisa menjadi indikasi awal si kecil memiliki kelainan atau tidak. Hal ini terkait dengan perkembangan sosial dan kemandirian anak. Untuk itu perhatikan pola respons anak ketika Anda memberi rangsangan padanya.

“Kontak mata dan tertawa adalah respons awal yang bisa ditunjukkan oleh si kecil. Jika tidak ada kontak mata dan jarang tertawa, takutnya ini adalah gejala autis,” kata Spesialis Anak, dr Attila Dewanti SpA dari Brawijaya Woman and Children Hospital.

Tatapan bayi bisa menjadi indikator awal untuk autisme. Peneliti di Kennedy Krieger bekerjasama dengan rekan-rekan di University of Delaware, berusaha membuat penelitian yang menyelidiki tentang tatapan bayi. Dalam penelitian tersebut, peneliti membuat suatu pembelajaran sosial multi-stumulus, menempatkan bayi di kursi rancangan khusus dengan joystick (mainan gantung) yang terpasang dan mudah dijangkau, dan menaruh mainan musik terletak di sebelah kanan dan pengasuhnya (misalnya ibu) di sebelah kiri. Peneliti mengevaluasi seberapa cepat bayi belajar dengan joystick untuk mengaktifkan mainan musik dan bagaimana tingkat keterlibatan sosial bayi dengan pengasuhnya.

Tim peneliti menemukan bahwa bayi yang berisiko tinggi autisme akan menghabiskan lebih sedikit waktu untuk mencari dan terlibat dengan pengasuhnya. Bayi akan lebih fokus pada rangsangan non-sosial (mainan musik atau joystick). Hal ini menunjukkan adanya gangguan dalam pertumbuhan yang terkait dengan perhatian si bayi. Dalam perkembangannya, kondisi ini akan berkembang menjadi autisme. Dan sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi, akan terlihat tanda-tanda autisme lainnya. “Studi ini menunjukkan bahwa kelemahan tertentu pada anak, khususnya autisme, sudah bisa dideteksi sejak anak berusia enam bulan (saat interaksi harusnya sudah terjadi),” ujar Dr Rebecca Landa

Menurut Dr Landa, bayi autisme biasanya tidak berinteraksi sosial atau bergerak sendiri. Tetapi bayi autisme ini terkadang masih bisa merespons bila ibu atau pengasuhnya memberikan rangsangan, sehingga perbedaan halus ini dapat dengan mudah diabaikan oleh beberapa orangtua. Namun, penelitian ini tidak menunjukkan bukti adanya gangguan belajar pada bayi berisiko tinggi autisme. “Baik bayi autisme ataupun tidak, keduanya mempelajari tugas multi-stimulus dengan tingkat yang sama,” tambah Dr Landa.

Temuan ini menunjukkan bahwa seperti halnya anak autis yang lebih tua, bayi yang berisiko tinggi autisme masih dapat mengambil manfaat dari kuantitas pembelajaran atau rangsangan yang diberikan, sehingga menyebabkan efek sederhana dan memberi kesempatan untuk membantu perkembangannya. Bila sejak dini sudah diketahui bahwa bayi berisiko tinggi autisme, orangtua sebaiknya sering memberi rangsangan, baik secara sosial (interaksi dengan orangtua) atau non-sosial (menggunakan mainan). Hal ini bisa mengurangi risiko bayi mengembangkan autisme. Untuk menindaklanjuti studi, temuan ini akan segera diterbitkan pada Center for Autism and Related Disorders di Kennedy Krieger Institute.

Jika ingin melakukan deteksi dini untuk mengetahui adanya kelainan pada anak, bisa dilakukan dengan permainan cilukba. Jika anak tak menunjukkan respons, minimal tertawa, hingga usia sembilan bulan, para ibu perlu waspada dan segera melakukan konsultasi pada dokter.

Perkembangan motorik kasar pada anak juga perlu dipantau. Jika saat usia satu tahun anak belum bisa duduk, hati-hati, mungkin ada perkembangan motorik anak yang terganggu. Selain perkembangan motorik kasar, perkembangan motorik halus pun harus diperhatikan. Ini biasanya berhubungan dengan kemampuan jari.

Bayi baru lahir kondisi tangannya biasanya selalu mengepal, itu normal. Tapi, saat usia dua bulan, tangannya harus sudah terbuka. Tiga bulan harus bisa memegang mainan. Lima bulan sudah pandai memegang mainannya sendiri, dan saat usia sembilan bulan jariya harus bisa mengimpit.

“Saat usia tiga tahun, si kecil harus bisa mengancingkan bajunya sendiri, merangsang kemampuan jari sangat bermanfaat agar nantinya si kecil mudah belajar menulis dengan menggunakan pensil atau pulpen,” katanya.

Dr Atilla menambahkan, untuk mengetahui perkembangan kognisinya, si kecil bisa dirangsang dengan memberikan mainan sesuai jenis kelaminnya. Biasanya anak usia satu tahun sudah bisa bermain.

Sebagai rangsangan awal, letakkan benda di bawah karpet, jika dia sudah tertarik untuk mencari-cari barang dan mengutak-atiknya berarti perkembangan kognisinya baik. Untuk mengajarkan bicara padanya, Anda pun bisa memulai dengan terus mengajaknya berbicara sejak masa kelahirannya.

Dan, untuk mencapai tumbuh kembang anak optimal, jangan pernah lupakan pemberian ASI di masa kelahirannya, minimal selama enam bulan. Berikan nutrisi lengkap dan seimbang serta berikan rangsangan sejak dini. “Jangan lupa pantau terus tumbuh kembangnya dengan mengukur berat badan, tinggi badan, dan ukur perkembangan lingkar kepalanya serta berikan imunisasi.”

(Dari beberapa sumber)

Sumber Gambar : http://blog.timesunion.com/parenting/files/2010/11/Fotolia_174271_Subscription_L.jpg

One comment

  1. Pusat Terapi dan Tumbuh Kembang Anak (PTTKA) Rumah Sahabat Yogyakarta melayani deteksi dini anak berkebutuhan khusus dengan psikolog, terapi wicara, sensori integrasi, behavior terapi, Renang& musik untuk anak berkebutuhan khusus, terapi terpadu untuk autism, ADD, ADHD, fisioterapi, home visit terapi & program pendampingan ke sekolah umum. informasi lebih lanjut hubungi Jl Perintis kemerdekaan, perum gambiran C2, UH 5, YK 0274 8267882

Comments are closed.