Calistung Pada Paud, Salah Besar!

calistung pada balita
calistung pada balita

Pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung (calistung) pada anak usia dini merupakan salah satu bentuk kesalahan terbesar yang diterapkan sistem pendidikan nasional Indonesia. Pada usia dini, pengajaran calistung justru akan membatasi interaksi siswa dengan lingkungan. Interaksi merupakan salah satu komponen penting untuk melejitkan kecerdasan anak.

“Kecerdasan anak akan berkembang pesat melalui interaksi intensif dengan lingkungan sekitar. Jika tidak ada interaksi, kecerdasan anak justru tidak akan berkembang. Sementara, pengajaran calistung pada usia dini justru akan semakin menjauhkan anak dari interaksi dengan lingkungan. Oleh karena itulah, pengajaran calistung pada anak usia dini tidak diperbolehkan,” ungkap Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Dr. Ace Suryadi. Bahkan, menurut Dr. Ace Suryadi, di negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia, pengajaran calistung pada anak usia dini telah dilarang. “Hanya Indonesia yang masih memperbolehkan dan justru bangga jika berhasil mengajarkan calistung pada anak yang berusia di bawah 6 tahun,” ujarnya menegaskan.

Dia menilai, alangkah lebih baiknya jika anak usia dini diajarkan untuk berbicara atau mengembangkan kemampuan motoriknya secara terprogram dan sistematis. Namun, jika keinginan belajar calistung itu berasal dari diri anak secara langsung, menurut Ace, itu sah-sah saja. “Yang penting, jangan ada unsur paksaan bagi si anak agar ia mau belajar calistung,”tuturnya.

Salah kaprah

Namun, menurut pakar budaya di Jawa Barat, Popong Otje Djundjunan, yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya. Orangtua justru berlomba-lomba berusaha untuk membuat anaknya yang masih berusia balita pandai calistung. “Masih banyak implementasi proses pendidikan di Indonesia yang justru salah kaprah.

Orang tua bangga jika anaknya yang masih balita sudah pandai calistung,” katanya. Hal itu, lanjut Popong, tidak terlepas dari banyaknya penyimpangan sistem pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar. “Tidak sedikit sekolah dasar yang mensyaratkan agar calon siswa yang mendaftar ke sekolah tersebut telah memiliki kemampuan calistung yang baik. Bahkan, ada sekolah yangdengan terang-terangan menolak calon siswa yang belum bisa calistung,” tuturnya.

Dia menilai, hal itu merupakan kebijakan yang salah. Pasalnya, mengajarkan anak untuk pandai membaca, menulis, dan berhitung sesungguhnya merupakan tugas guru sekolah dasar, bukannya pendidik usia dini. “Saya berharap, pemerintah segera melakukan tindakan tegas. Kalau bisa, secepatnya menyebarkan surat edaran, yang isinya melarang sekolah dasar memberlakukan syarat bisa calistung untuk calon siswa. Ini demi memperbaiki sistem pendidikan nasional. Karena pada dasarnya kebijakan untuk mengajarkan calistung pada anak usia dini tidak dibenarkan,” tuturnya.

sumber: http://paudcenter.info dalam http://kbtkitihya.wordpress.com/2008/06/09/calistung-pada-paud-salah-besar/

setelah membaca artikel diatas saya merasa agak lega. ternyata masalah yang dialami putriku nadzira, 4 tahun dalam kemampuannya dalam belajar calistung  tidak perlu membuatku sangat risau. karena memang masih dalam usia yang belumlah terlambat untuk bisa calistung, meskipun teman-teman sebayanya disekolah sudah menunjukkan perkembangan yang lebih baik.

Meskipun sebenarnya kemampuannya dalamhal calistung tidak nihil sama sekali. hal yang paling dia sukai adalah menulis. Barangkali dia ingin menjadi penulis :) . untuk kemampuan membancanyapun sudah bisa mengeja sampai bacaan ba, ca, da, ……..sampai ka-; untuk huruf yang selanjutnya dia masih membutuhkan bantuan gambar untuk mengidentifikasi suku katanya. Untuk berhitung, dia juga sebenarnya sudah bisa melakukan perhitungan sejumlah benda.

TAPI saya terinspirasi dengan  sebuah Papan Iklan di Pinggir jalan kota Yogyakarta. begini bunyinya

“ANAK LAMBAT BELAJAR< ANAK HIPERAKTIF, BERHAK MENJADI ANAK SHOLEH  388422 (kalo ga salah itu nomor telponnya)”

Maka dalam menghadapi kasus putriku ini, sebagai orang tua  saya perlu untuk memberikan prioritas pendidikan pada hal emosional dan spritual. Maunya sih semuanya bisa jalan bareng, tapi kalau kemampuan anak juga terbatas, dari pada dia merasa stress dan terpaksa, tentu saya perlu bersabar terutama jika saya harus membandingkan dengan tema-temannya disekolah. Mudah-mudahan perkembangan emosional dan spritualnya yang baik mampu memacu kemampuan Intelektualnya-koqnitif.

One comment

  1. Mungkin nadzira pny bakat sbg penulis besar mb, sm ky bundanya yg tulisannya bgs :-)

Comments are closed.