Adalah sebuah kebanggaan bagi setiap orang tua jika anaknya menjadi juara kelas. Tidak salah memang, karena mungkin orang tua merasa usahanya menyekolahkan anak berhasil. Lalu, bagaimana perasaan anak dan orang tua yang tidak mendapat rangking atau bahkan mendapat rangking terakhir?
Diakui atau tidak bahwa sistem pendidikan kita sekarang mendorong anak sekolah untuk berlomba-lomba mendapat juara di kelasnya. Pertanyaannya, apa kemudian dampaknya? Para siswa berlonba-lomba untuk bisa menjawab soal, tetapi tidak berusaha untuk menyukai dan memahami pelajaran itu sendiri. Apakah anak sekolah hanya untuk mencari nilai?
Anak sekolah diajarkan untuk bisa menjawab soal. Ditambah dengan adanya Ujian Nasional sejak SD hingga SMA semakin membuat anak berorientasi bagaimana agar bisa menjawab soal. Celah ini yang kemudian didapat oleh bimbingan belajar untuk mencari untung. Di bimbel diajarkan bagaimana menjawab soal dengan mudah cepat.
Efek lain dari orientasi yang salah tersebut adalah muncul adanya contek-mencontek. Karena saking inginnya mendapat nilai bagus, anak pun terpancing untuk bertindak curang dengan cara mencontek, baik bertanya pada temannya, membuat kertas contekan, dan cara lainnya. Bahkan ini terbawa hingga mahasiswa.
Kita patut menengok bagaimana Finlandia mengelola pendidikannya. Di sana tidak ada tuntutan kepada anak sekolah mendapat nilai bagus karena memang dikompetisikan alias tidak ada rangking, apalagi ujian nasional sehingga tidak ada ceritanya contek mencontek. Para siswa dibuat untuk menyukai pelajaran, bukan hanya untuk bisa menjawab soal. Bahkan Pekerjaan Rumah (PR) Bagaimana hasilnya?
Seluruh dunia saat ini mengakui kualitas pendidikan di Finlandia. Bahkan dapat bersaing dengan Amerika Serikat, Inggris, Korea Selatan, dan Jepang yang memang sudah terkenal maju pendidikannya. Sepatutunya kita mencontoh, dari hal yang kecil saja. Misal bagaimana membuat anak suka belajar dan menyukai pelajaran sehingga anak perlahan tidak hanya disiapkan untuk bisa menjawab soal saja, tetapi karena mereka bisa karena suka dan paham.
Tantangan terbesar adalah bagi para tenaga pendidik. Dibutuhkan pendidik yang kreatif dan juga berpikir ke depan. Namun, orang tua juga harus berperan bagaimana membuat anak suka belajar. Selengkapnya, silakan baca artikel belajar itu harus menyenangkan bagian.
Sebagai orang tua kita juga harus memahami bahwa tujuan pendidikan bukan untuk menilai siapa yang terbaik, apalagi hanya dilihat dari angka kognitif. Lebih dari itu tujuan pendidikan adalah memberi manfaat kebaikan seluas-luasnya bagi masyarakat. Angka bukan indikator utama anak Anda berhasil dalam menempuh pendidikannya, tetapi bagaimana kelak ia bisa menjadi orang paling bermanfaat bagi orang banyak, itulah saat tujuan pendidikan tercapai.
PENTING UNTUK ANDA :
[wpsc_products product_id=’16204′]
[wpsc_products product_id=’16180′]
[wpsc_products product_id=’16289′]
sumber gambar : http://p.geschool.net/r2/19aqr_8bqgap_i4yw/60010/1390723639_180863603.jpg