Akar Empati

 

Akar EmpatiBeberapa kali putriku melihatku menangis, walau tanpa suara, hanya air mata mengalir yang mengisyaratkan bahwa ibunya sedang menangis, entah karena sedih,  risau,  gundah, atau sedang menahan perasaan yang sedang bergejolak. Biasanya dengan serta merta dia akan segera menghapus air mataku dengan jari jemarinya yang mungil seraya bertanya “Ummi kenapa?’,”Ummi nangis ya?’ atau terkadang juga jika dia sedang tidak enak hati dia akan ikut menangis bersamaku. Tapi nada tangisannya berbeda. nada tangisan sedih yang menyayat hati. Membuatku segera memeluknya dan menengkan hatinya dan meyakinkannya bahwa ibunya baik-baik saja..

Atau ketika adiknya sedang menangis, maka terkadang ia akan membelai kepala adiknya, seraya membujuknya untuk diam dengan memberikan boneka, atau mainan apa saja kesukaan mereka. saya yang menyaksikan adegan itu tersenyum bahagia, dan lebih memilih berpura-pura tidak melihat untuk melihat adegan selanjutnya. Di lain waktu ketika adiknya menangis, maka putriku akan segera mengatakan “ih jeleknya nangisnya..nggak pinter ah..jelek..jelek…” tentu saja kata-katanya membuatku kaget. Tapi saya tidak bisa menyalahkannya. Semua itu tentu tidak datang dengan sendirinya. Semua itu diperolehnya dari proses meniru dari lingkungan sekitarnya. lingkungan yang sangat mendominasi yang mempengaruhinya tentu saja keluarga, setelah itu lingkungan sekolah. saya sebagai orangtuanyamerupakan  guru emosional mereka. Memang tak jarang juga saya memperlakukannya begitu, ketika beban pikiran sedang berat, saat sedang lelah, dan berbagai permasalahn lainnya sedang berkecamuk, tangisan anak karena masalah sekecil apapun, serasa semakin menambah beban di hati.   Sehingga untuk bisa berpikir jernih, bersikap bijak dan berempati terhadap  tangisannya menjadi sangat sulit..akhirnya keluarlah kata-kata seperti yang dia tirukan dan ditujukan kepada kepada adiknya.

Empati merupakan salah satu prilaku emosi yang positif, yang sangat bermanfaat untuk di tanamkan pada anak-anak. Karena manusia sebagai makhluk sosial akan senantiasa hidup berdampingan dengan manusia lain, dimana akan selalu ada hubungan yang saling membutuhkan. Dalam ruang lingkup hubungan yang terkecil adalah hubungan dalam keluarga. misalnya dengan pasangan hidup, orangtua, anak, saudara, selebihnya dengan kerabat, teman, sahabat, tetangga, rekan kerja dan lain-lain.

Hanya saja yang sering menjadi masalah adalah kita, orangtua yang merupakan guru emosional anak, juga masih harus banyak belajar dan berlatih untuk mengasah rasa empati ini. Banyak proses yang harus  di lalui sehingga membuat kita memiliki rasa empati yang baik. DAn tak jarang anak-anak akan terlibat dalam proses jatuh bangunnya kita untuk menjaadi pribadi yang memiliki rasa empati yang tinggi. sehingga tak jarang juga anak-anak harus “jadi korban” kesalahan sikap kita ketika sedang terjatuh dalam proses pembelajaran ini.

Sumber Gambar : http://www.nieuwetijdskind.com/uploads/2014/06/106509125_d686615fff_o.jpeg