Mengasah Keterampilan Pengendalian Diri Pada Anak

Mengasah Keterampilan Pengendalian Diri Pada AnakMengapa ya anak sulungku yang sudah 10 tahun tapi masih sering menangis? lagi marah..menangis..: kalau protes juga nangis, lagi kesal juga nangis.. ” begitu pertanyaan seorang ibu, teman yang ku kenal lewat pondok ibu.

Setiap anak itu berbeda. ada tipe anak yang mudah, anak yang sedang, dan tipe anak yang sulit. Sehingga cara menangani setiap anak juga berbeda. ada yang perlu ditangani dengan mudah dan sederhana sudah mampu memahami apa yang di ajarkan / diarahkan. Tapi ternyata tidak begitu keadaannya dengan anak yang bertipe sulit.  Lalu kapan saat mengajarkan anak menendalikan dirinya?
Anak mampu menguasai diri baru dapat dilakukan ketika seorang anak mampu mengenal emosinya. Memberi berbagai gambar ekspresi wajah dapat dijadikan media perkenalan anak tentang macam-macam emosi, seperti senang, marah, sedih atau takut. Kemudian anak ajak untuk terbiasa mengungkapakan emosi yang ia rasakan dengan memberi nama pada emosi yang tampil di dirinya, “Aku sedang sedih” atau “aku marah”. Pembiasaan ini melatih seorang anak menyadari apa yang sedang terjadi dalam dirinya.

Pada beberapa anak yang belum dapat melabelkan emosinya, biasanya mereka akan melakukan hal yang sama, seperti menangis pada situasi yang berbeda. Ketika sedih ia menangis, pada saat marah ia pun menangis, pada saat orang bertanya mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya, ia hanya menangis tanpa tahu bagaiman cara mengkomunikasikan emosi yang ia rasakan.

Bagi anak-anak yang sudah mengenal dan mampu mengungkapkan apa yang ia rasakan, masalah yang sedang ia hadapi akan dapat terselesaikan dengan lebih cepat dan tuntas. Ia akan secara spontan mengatakan ; ” Aku marah, karena teman-teman menggangguku, aku tidak suka diganggu”. Orang lain yang mendengarnya akan lebih dapat meresponnya dengan baik dan tepat, tanpa harus menduga-duga sebelumnya.

Selanjutnya anak–anak di ajari bagaimana cara mengungkapkan emosi mereka dengan baik dan benar. Cukup mengekspresikan kemarahan mereka dengan wajah marah disertai kata aku marah, tanpa teriakan karena akan membuat sakit tenggorokannya atau telinga orang lain. Marah tanpa disertai pukulan atau agresi fisik terhadap orang yang membuatnya marah.

Pada saat ia sedih, anak boleh mengungkapkan kesedihannya dengan menangis, tak terkecuali anak laki-laki. Namun tidak perlu histeris atau tantrum, karena sekali lagi akan merugikan dirinya sendri maupun orang lain. Atau berlama-lama dalam menangis, yang menyebabkan sakit di anggota tubuh lainnya. Harapannya adalah, setelah mereka mampu mengekspresikan emosinya dengan baik, mereka mampu mencari jalan keluar atas permasalahannya secara mandiri. Jika hal tersebut di atas telah dapat dilakukan oleh seorang anak, berarti ia telah mampu mengontrol dirinya dengan baik.

Lalu bagaimana mengajarkan anak yang sudah 10 tahun menguasai dirinya dalam mengekpresikan emosinya sesuai dengan emosi yang wajar tanpa menangis?

Disamping melakukan upaya-upaya diatas, Kesabaran, pengertian, penghargaannya dan support terus menerus harus dilakukan. Setiap kali dia menangis, tunjukkan empati yang tulus kepadanya akan perasaannya sebelum bertanya kepadanya mengenai apa masalahnya dan apa yang dirasakan. sampai dia merasa nyaman dan tenang untuk mengutarakan perasaannya. apakah dia sedang kesal, marah, sedih,dll. Lalu ajarkan kepadanya jika dia sedang marah, maka dia bisa mengatakan kepada orang yang dipercayanya jika dia sedang marah, tanpa menyimpan kemarahannya yang kemudian akan meledak dengan tangisan. begitu juga jika sedang sedih atau kesal. Biasanya dengan mengutarakan apa yang dirasakan itu sudah sangat membantu mengurangi ganjalan dihatinya tanpa harus meledak dengan tangisan.

Bagaimanapun kesabaran akan memberikan hasil yang lebih baik. Bagi ibu atau orangtua memang tidak mudah untuk sabar dalam menghadapi berbagai tingkah anak yang sulit diatasi apalagi bagi anak yang menuntut dan harus diperlakukan dengan ekstra sabar dan lembut. Ketidaksabaran atau ledakan emosi kita justru akan berbuntut kerugian bagi perkembangan jiwa anak yang pada akhirnya kita (orangtua) juga yang akan merasakan akibatnya.

Ketika kita dianugrahkan anak yang sulit, kita harus selau berpositif thingking, bahwa kita mampu mengatasinya dan mampu menerima amanah ini dengan baik. karena Allah tidak akan memberi ujian lebih dari kemampuan kita. Yakinlah…

Barangkali ada dari pembaca yang membagi pengalamannya disini dan memberi saran kepada kita semua untuk bisa menjadi orangtua yang lebih baik dalam mengasah ketrampilan pengendalian diri anak?

 Sumber Gambar : http://www.incomeactivator.com/custom/292/images/Start_New.jpg