Jangan Katakan “Jangan”

Jangan Katakan “Jangan”Betapa sulitnya untuk tidak mengatakan “jangan” kepada anak-anak.

Ada-ada saja tingkah anak bikin kepala cekot-cekot, dan hampir selalu kita katakan “jangan” apslsgi kalau emosi lagi ga stabil atau ga jernih kata “jangan” hampir selalu dibarengi dengan belalakan mata atau omelan, bahkan tak segan tanganpun bereaksi.

Berikut ini ada tulisan M. Fauzil Adhim, mungkin bisa menjadi pengngat buat kita semua. Barangkali  tidak ada kata yang lebih sering diucapkan orangtua pada anak melebihi kata” jangan ”.Kita menggunakan kata jangan begitu melihat anak melakukan tindakan yang kurang kita sukai. Kita juga menggunakan kata jangan, bahkan di saat kita mengharap anak melakukan yang lain. Padahal kata jangan tidak membuat apa yang seharusnya dilakukan itu lebih mudah dimengerti.

Akibatnya, anak sulit memenuhi harapan orangtua, sementara orangtua bisa semakin jengkel karena merasa nasihatnya tidak didengar anak. Orang tua merasa anaknya suka ngeyel ( kepala batu, orang bugis bilang ).

Lalu apakah kita tidak boleh memberi larangan?

Saya tidak dapat membayangkan betapa hancurnya sebuah dunia tanpa ada larangan sama sekali. Begitu pun keluarga.  Tetapi bercermin pada Nabi, jangan katakan jangan pada saat ia sedang melakukan kesalahan.

Tunjukanlah apa yang seharusnya dilakukan. Atau bersabarlah sampai ia menyelesaikan maksudnya, sebagaimana ketika seorang Badui di zaman Nabi kedapatan kencing di masjid. Kalau kita tidak mau anak bermain pasir di teras, katakanlah, “ Nak, main pasirnya di depan teras saja, ya.” Singkat, padat, jelas dan positif. Bukan, “ Ayo, jangan main pasir di teras. Saya pukul kamu nanti.

Kapan sebaiknya kita sampaikan larangan?

Saat terbaik adalah ketika anak sedang akrab dengan orangtua. Dalam suasana netral, larangan yang kita berikan pada anak lebih efektif.  Anak lebih mudah memahami. Mereka bisa menerimanya sebagai aturan. Bukan mengenggapnya sebagai serangan kepada dirinya.

Khususnya mengenai bagaimana melarang anak, Insya Allah akan kita perbincangkan pada kesempatan lain. Kali ini, kita perlu beristighfar atas keruhnya hati dan sikap isti’jal ( tergesa-gesa ). Semoga Allah memberi ketenangan, kelembutan dan kejernihan niat.

Semoga Allah lindungi iman kita dan anak-anak kita, sehingga tidaklah kita mati kecuali dalam keadaan ridha kepada Allah dan Allah ridha kepada kita. Allahumma amin.

Sumber Gambar : http://www.siperubahan.com/data/2015/03/03/f201503031439142.jpg